Indias Nurul Aini

Foto saya
“Jangan Percaya Saya” Saya adalah seorang gadis kecil yang suka berbohong Kalau saya pinokio, maka hidung saya pastilah akan bertambah panjang tiap kali saya tersenyum dan tertawa sambil berkata,”hahaha saya baik-baik saja ^___^ “ dan kalau rahasia bisa diuangkan, pastilah saya sudah kaya raya

Selasa, 04 Desember 2012

jiwa manusia

Yang paling unik pada manusia adalah jiwanya. Sebab, baik dan buruknya jasad sangat bergantung padanya. Celakanya, jiwa berada di luar kendali manusia hingga seringkali tidak disadari sedang dalam keadaan seperti apakah jiwanya itu. Sekiranya ia dalam kendalinya tentu ia selalu dalam kondisi yang diinginkan. 
Allah telah mengilhamkan kepada jiwa manusia itu fujuurohaa wa taqwaaha (keburukan/dosa dan kebaikan/taqwa). Hal itu seperti disebutkan dalam surat Al-Lail. Oleh karena itu, keberuntungan manusia sangat tergantung pada kepandaiannya dalam mengelola jiwanya supaya potensi takwa lebih dominan daripada potensi fujur (dosa). Konflik di antara keduanya tidak akan pernah berhenti. Dilihat dari dominan ruh dan nafsu, jiwa manusia dapat dikategorikan menjadi tiga karakter yang sekaligus juga menunjukkan tingkatannya:
1.      Apabila nafsu lebih dominan daripada ruh. Yang menguasai jiwanya adalah keinginan untuk memenuhi selera kesenangan dunia (syahwat). Kondisi jiwa yang demikian akan selalu menyuruh untuk melakukan hal-hal buruk. Jiwa demikian berada pada tingkat paling rendah. Apabila tidak segera diobati, kecenderungannyya akan semakin menjadi dan akibatnya akan menjerumusan pemiliknya ke lembah hina.

2.      Apabila pengaruh kekuatan antara ruh dan nafsu seimbang. Maka logika akan banyak bicara. Akan terjadi konflik dan pergolakan yang keras antara keinginan amal shalih dan kecenderungan maksiat. Apabila ada keinginan amal shalih ia pikir-pikir dulu. Pun bila terbesit kecenderungan maksiat ia juga pikir-pikir dulu. Pun bila terbesit kecenderungan maksiat, ia pikir-pikir dulu.

Tarik ulur antara dorongan negatif dan positif tiada habis-habisnya. Jiwanya selalu menginginkan yang lebih baik. Bila melakukan keburukan, ia akan mencacinya. Bila melakukan kebaikan ia juga mencacinya karena tidak melakukan yang lebih baik. Jiwa dengan kondisi yang demikian lebih baik dibanding yang pertama dan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan kaum muslimin.


3.      Apabila yang dominan adalah dorongan ruh dibanding dorongan nafsunya, maka manusia akan berdzikir pada setiap keadaan. Jiwa yang demikian ini disebut nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang). Dirinya senantiasa merasa tentram dan enjoy dengan amal-amal ketaatan. Ibadahnya akan terasa amat ringan. Dirinya akan gelisah bila kesempatan dzikirnya terusik. Jiwa dengan kondisi demikian dimiliki para Auliya’urrahman (para wali Allah) yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita jiwa yang tenang ini di dunia, hingga kelak Allah memanggil kita dengan panggilan yang lembut.



“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai Nya. Masuklah ke dalam barisan hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam syurgaKu” (QS. Al-Fajr : 27-30)

Allah tak pernah menghendaki bila manusia menjadi malaikat. Demikian itu karena Allah telah mengilhamkan kepada jiwanya dosa dan ketaqwaan, sehingga manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah berdosa. Manusia adalah tempat salah dan lupa, namun sebaik-baik orang yang salah dan lupa adalah yang segera bertaubat.

Apapun kondisi jiwa kita, yang jelas kita diperintahkan untuk selalu membersihkan dan mensucikannya. Tazkiyatunnafs (Mensucikan diri) dilakukan dengan membersihkan dan membebaskan jiwa dari sifat-sifat tercela dan menyandanginya dengan sifat-sifat terpuji.

Bagaimana caranya? Yaitu dengan tilawah dan tadabur Al-Quran, tafakur alam, menuntut ilmu, shalat wajib berjamaah di masjid, shaum (puasa), dakwah, bergaul dengan orang shalih dan sebagainya.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya. Dan, sesungguhnya merugilah orang yan mengotorinya” (QS. Asy-Syam : 9-10)

Dikutip dati Buku SYARAH RASMUL BAYAN TARBIYAH Halaman 172-173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar